Pages

Minggu, 28 Desember 2014

CONTOH FENOMENA - FENOMENA / KONFLIK SOSIAL DI INDONESIA (SOFTSKILL)

Bismillah..
oke gan, apa kabar? semoga sehat halilintar terus setiap hari ya. 
pada kali ini ane mau share mengenai fenomena-fenomena atau konflik sosial yang biasa terjadi di Indonesia. dan pada kesempatan ini ane memilih 2 di antara ribuan pilihan yang menerut ane ini adalah hal yang mungkin cukup berat di selesaikan karna sudah mendarah daging pada setiap anak bangsa Indonesia.

1. FENOMENA MARAKNYA PEMBULLY-AN
sebelum ane menjabarkan bagaimana pendapat ane mengenai hal ini, ane mau menjelaskan dulu pengertian BULLY secara umum, 
Intimidasi (juga disebut cowing) dimaksudkan adalah perilaku "yang akan menyebabkan seseorang yang pada umumnya akan merasakan "takut cedera" atau berbahaya. Ini tidak diperlukan untuk membuktikan bahwa perilaku tersebut sehingga menimbulkan kekerasan sebagai teror atau korban yang sebenarnya takut. yang dihitung menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mencapai tujuan politik, agama, atau ideologi melalui intimidasi, kekerasan, atau Menanamkan takut "dapat didefinisikan sebagai terorisme. [2]
Perilaku mengancam seharusnya menjadi sebuah perkembangan yang normal kompetitif maladaptive untuk mendorong dominasi umumnya terlihat pada hewan. Dalam kasus manusia, perilaku mengancam mungkin lebih terpola sepenuhnya oleh kekuatan sosial, atau mungkin lebih mercilessly plotted egotisme oleh individu. "Untuk menggunakan 'ancaman kekerasan' atau 'mengancam' atau 'dengan terganggu ' berarti untuk mengatakan atau melakukan sesuatu dalam keadaan yang sama, akan menyebabkan orang lain bisa merasakan harus takut dari keadaan berbahaya bilamana ia tidak mematuhinya.
Penindasan (bahasa InggrisBullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar rasagamagenderseksualitas, atau kemampuan. Tindakan penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber. Budaya penindasan dapat berkembang dimana saja selagi terjadi interaksi antar manusia, dari mulai di sekolah, tempat kerja, rumah tangga, dan lingkungan
Bentuk-bentuk penindasan
a.    Penindasan fisik
Tindakan penindasan dengan kontak secara fisik yang menimbulkan perasaan sakit fisik, luka, cedera, atau penderitaan fisik lainnya. Contohnya memukul, menampar, atau menendang orang lain.
b.    Penindasan psikologis
Tindakan penindasan yang menimbulkan trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan, atau stres.
Faktor penyebab Pelaku melakukan Bully
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Douglas Gentile dan Brad Bushman dalam Psychology of Popular Media Culture, disebutkan bahwa anak-anak yang terlihat baik juga memiliki risiko untuk menjadi seorang pengganggu dan memiliki beberapa perilaku yang agresif. 

Penelitian ini dilakukan dengan memantau perkembangan dari 430 anak usia 7-11 tahun di kelas 3-5 dari lima sekolah di Minnesota. Dalam studi ini, anak-anak dan guru disurvei dua kali per enam bulan. Agresifitas fisik ini diukur dengan laporan perkembangan diri, laporan teman sebaya, dan juga laporan guru tentang kekerasan yang dilakukan anak. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan beragam faktor yang bisa mengubah pribadi anak menjadi negatif .

Dalam laporan diri, anak-anak dinilai melalui tayangan televisi yang mereka sukai, video game, dan film. Penelitian dilakukan dengan seberapa sering mereka menonton dan bermain video game yang berhubungan dengan kekerasan. Mereka berpendapat bahwa televisi dan video game memegang peranan penting bagi anak untuk mem-bully teman-temannya, karena dianggap seperti permainan.

Berdasarkan penelitian ini, Gentile dan Bushman mengungkapkan, ada enam faktor yang bisa menyebabkan anak menjadi seorang pengganggu atau melakukan bullying pada temannya. "Ketika semua faktor risiko ini dialami anak, maka risiko agresi dan perilaku bullying akan tinggi. 1-2 faktor risiko bukan masalah besar bagi anak, namun tetap butuh bantuan orang tua untuk mengatasinya," ungkap Gentile. 

1. Kecenderungan permusuhan
Dalam hubungan keluarga maupun pertemanan, permusuhan seringkali tak bisa dihindari. Merasa dimusuhi akan membuat anak merasa dendam dan ingin membalasnya. 

2. Kurang perhatian
Rendahnya keterlibatan dan perhatian orang tua pada anak juga bisa menyebabkan anak suka mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya pujian pada kekuatan dan popularitas mereka di luar rumah.

3. Gender sebagai laki-laki

Seringkali orang menilai bahwa menjadi seorang laki-laki harus kuat dan tak kalah saat berkelahi. Hal ini secara tak langsung menjadi image kuat yan menempel pada anak laki-laki bahwa mereka harus mendapatkan pengakuan bahwa mereka lebih kuat dibanding teman laki-laki lainnya. Akhirnya perilaku ini membuat mereka lebih cenderung agresif secara fisik.

4. Riwayat korban kekerasan
Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah. 

5. Riwayat berkelahi
Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang.

6. Ekspos kekerasan dari media

Televisi, video game, dan film banyak menyuguhkan adegan kekerasan, atau perang. Meski seharusnya, orang tua melakukan pendampingan saat menonton atau bermain video game untuk anak di bawah umur, nyatanya banyak yang belum melakukan ini. Ekspos media terhadap adegan kekerasan ini sering menginspirasi anak untuk mencobanya dalam dunia nyata. "Sebaiknya dampingi dan beri pengertian pada anak saat menonton film beradegan kekerasan atau bermain video game perkelahian. Karena pengaruh media inilah yang 80 persen bisa membuat perilaku anak menjadi negatif dan terinspirasi untuk melakukannya," sarannya. 
dari dari hasil pengertian tersebut,  kita akhirnya mengetahui bahwa dasarnya fenomena BULLY sudah marak  bahkan sangat melekat di kalangan masyarakat baik pada usia muda sampai usia dewasa pun sudah menjadi hal biasa dalam melakukan pembully-an ini, sehingga karna terlalu banyak orang yang mendiamkan hal ini dan sudah menjadi hal yang biasa bagi banyak kalangan akhirnya berdampak sangat buruk bagi kehidupan social pada lingkungan masyarakat itu sendiri, dari hal tersebut kita mengetahu bahwa dampak yang di alami pada saat sekarang adalah
-       sikap toleransi dalam perbedaan jadi semakin sulit di temukan,
-       sikap saling menghargai antar sesama jadi semakin sedikit yang sadar aka hal itu
-       sikap saling tolong menolong antar sesama jadi semakin jarang karna begitu jauhnya perbedaan dan semakin jelasnya penggolongan yang kaya-miskin, hitam-putih, jelek-ganteng/cantik, dll

mengenai penanganan dalam menghadapi fenomena ini pun sudah banyak hal yang di lakukan
Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan bahwa kasusbullying atau kekerasan dalam masa orientasi siswa di sekolah harus dihentikan. Untuk itu pemerintah, menurutnya, akan mengambil langkah tegas untuk mencegah terulangnya hal semacam itu di lingkungan sekolah.
"Perlu dihentikan, cara-cara kekerasan di sekolah. Perlu metode baru dalam perkenalan di sekolah," kata Menko Kesra Agung Laksono usai melakukan Safari Ramadhan di sejumlah wilayah di Jawa Timur, Ahad (5/8).
Menteri mengatakan, masa perkenalan harusnya diisi oleh kegiatan yang lebih mendidik dari pada perpeloncoan. "Perlu ada tata cara baru dalam perpeloncoan agar tidak ada lagi kasus kekerasan penerimaan siswa baru di sekolah," katanya.
Agung meminta pihak orang tua dan juga guru di sekolah ikut mengawasi agar tidak ada lagi kasus kekerasan di sekolah. Agung juga mengatakan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi lebih lanjut dengan seluruh instansi terkait untuk penanganan kasus bullying.
"Jika harus ada aturan khusus mengenai hal tersebut akan segera di bahas melalui koordinasi dengan instansi terkait," katanya. 
Sementara itu, kasus bullying yang tengah mencuat pada saat ini terdapat di SMA Don Bosco. Kasus tersebut kini telah masuk dalam penanganan pihak Kepolisian.

Dan lebih tepatnya. Yang sangat berperan terhadap hal ini adalah seluruh lapisan masyarakat baik orang tua, teman, guru atau pengajar, dll. Yang dapat menjadi proaktif dalam memberantas fenomena pembully-an ini.

2. FENOMENA MARAKNYA PELECEHAN SEKSUAL
Mengenai hal ini, pasti sudah tidak asing lagi bagi kita, karna begitu banyaknya kasus pada permasalahan konflik sosial ini, berikut adalah hasil penilitian dari kasus pelecehan seksual ini
Penulis laporan berjudul The Lancetmengatakan meskipun terdapat kesenjangan penting dalam data, namun gambar secara keseluruhan sudah sangat jelas kalau serangan seksual  terhadap perempuan adalah masalah besar dan luas yang tetap diabaikan.
Data di Australia menunjukan kalau 16.4 persen perempuan di Australia pernah melaporkan dirinya mengalami serangan kekerasan seksual oleh seseorang yang bukan pasangannya, angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraan global yang hanya menunjukan 7,2%.
Namun sejumlah pakar di Australia memperingatkan kalau kesimpulan tersebut tidak  mungkin, berdasarkan laporan tersebut, yang mengatakan bahwa Australia memiliki dua kali tingkat prevalensi kekerasan seksual dibandingkan dengan negara-negara lain.
Peneliti melakukan tinjauan umum penyelidikan kasus kekerasan seksual di 56 negara. Melalui pengumpulan data dari berbagai jurnal ilmiah serta bahan "abu-abu" lainnya.
Kajian ini berhasil mengidentifikasi 77 studi yang dapat digunakan, yang menghasilkan 412 perkiraan kasus kekerasan.
Secara keseluruhan, 7,2 % wanita berusia 15 tahun keatas mengatakan kepada pihak yang mewawancara mereka kalau mereka pernah mengalami serangan seksual sedikitnya satu kali oleh seseorang yang bukan pasangan intim mereka.
Tingkat prevalensi kasus serangan kekerasan seksual tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yakni sebesar 21 persen di bagian tengah Afrika (Republik Demokratik Kongo)  dan 17,4 persen di wilayah selatan Afrikan yang meliputi Namibia, Afrika Selatan dan Zimbabwe. Diikuti oleh 16,4 persen di Australia dan Selandia Baru.
Sedangkan prevalensi terendah dilaporkan di Asia Selatan yakni India dan Bangladesh, yakni sebesar 3,3 persen dan Afrika Utara dan Timur Tengah dengan 4,5 persen.

Sementara di Eropa, tiga negara di Timur (Lithuania, Ukraina, Azerbaijan) memiliki tingkat yang lebih rendah dari kekerasan seksual (6,9 persen) dibandingkan negara-negara di pusat (10,7 persen) dan Barat Eropa (11,5 persen).  Angka untuk Amerika Utara adalah 13 persen.
"Kami menemukan bahwa kekerasan seksual adalah pengalaman umum bagi perempuan di seluruh dunia dan di beberapa daerah endemik, mencapai lebih dari 15 persen di empat wilayah," kata peneliti utama Naeemah Abrahams dari Afrika Selatan Medical Research Council di Cape Town.
Abrahams mengatakan perbedaan besar antar daerah dipengaruhi oleh tingkat pelaporan. Menurut para peneliti, budaya pelaporan atau pencatatan kasus serangan seksual membuat korban kerap mendapat stigma dan oleh karena itu lebih mungkin mereka menyembunyikan penderitaannya.
Sejumlah pakar mempertanyakan metodologi yang digunakan dalam kajian ini. Biro Pusat Statistik Australia kepada ABC juga mengatakan kalau perbandingan antara data yang dimiliki lembaganya dengan laporan kajian dari The Lancet sangat sulit dilakukan karena definisi yang mereka gunakan.
Namun survey tingkat keamanan pribadi oleh Biro Pusat Statistik Australia tahun 2012 menunjukan kalau 17% perempuan di Australia berusia 18 tahun lebih mengaku pernah mendapat serangan kekerasan seksual sejak berusia 15 tahun.
Dalam emailnya kepada AFP, Profesor Neemah Abrahams juga menyoroti keterbatasan dalam kajian ini. Namun menurutnya hasil kajian ini cukup menyediakan informasi dasar  bagi pengawas kesehatan dan pembuat kebijakan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Sebuah prevalensi 7,2 persen merupakan masalah yang cukup besar bagi negara manapun untuk peduli mengenai kondisi warga perempuan mereka," katanya.
Faktor-Faktor penyebab dan dampak terjadinya pelecehan seksual
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.[1][2] Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.[1][3][4]
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi,[5] gangguan stres pascatrauma,[6] kegelisahan,[7] kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa,[8] dan dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya.[9] Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua.[10]
Di Amerika Utara, sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual saat mereka masih anak-anak.[11][12][13] Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu; sekitar 60% adalah kenalan lainnya seperti 'teman' dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang asing adalah pelanggar sekitar 10% dalam kasus penyalahgunaan seksual anak.[11] Kebanyakan pelecehan seksual anak dilakukan oleh laki-laki; studi menunjukkan bahwa perempuan melakukan 14% sampai 40% dari pelanggaran yang dilaporkan terhadap anak laki-laki dan 6% dari pelanggaran yang dilaporkan terhadap perempuan.[11][12][14] Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil,[15][16] meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia.[17][18]
Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual anak" merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.[4][19] Asosiasi Psikiater Amerika menyatakan bahwa "anak-anak tidak bisa menyetujui aktivitas seksual dengan orang dewasa", dan mengutuk tindakan seperti itu oleh orang dewasa: "Seorang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak adalah melakukan tindak pidana dan tidak bermoral yang tidak pernah bisa dianggap normal atau perilaku yang dapat diterima secara sosial."
1.     Advokasi
  1. Mendorong kebijakan menolak pejabat pemerintah yangmempunyai track   record pernahmelakukan kejahatan seksual.
    Ikut berpartisipasikampanye stop kejahatan seksual yang dikemas dalam berbagai  kegiatan antara lain Kids Festival.
  2. Mendorong pembahasan Undang-undang tindak kejahatan seksual,termasuk meningkatkan sanksi hukuman dan system database korban dan pelakukejahatan seksual
  3. Membuat video dokumenter tentang bahaya kejahatan seksualpada anak.

2.     Preventif
  1. Membuat programIT di internet untuk memberantas predator seks.
    It is interesting thatthe NIBRS data from 2000 show that most child pornography crimes reported didnot involve a computer or the Internet but were related to photographs,magazines, and videos (40). Recent studies have noted a decrease inInternet-related child pornography because of pressure from Internet"watchdog" groups and an increased police presence on the Internet (41, 42).(A Profile of Pedophilia: Definition, Characteristics ofOffenders, Recidivism, Treatment  Outcomes, and Forensic Issues,  http://focus.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=53036)
  2. Penyuluhan antikejahatan seks terhadap psikolog pendidikan dan guru-guru TK sampai dengan SMAuntuk diberikan pembinaan kepada murid-muridnya.
  3. Membuat profil pedofil dan deteksi dini pedofildi sekitar kita.
  4. Pembinaan orangtuadalam tumbuh kembang anak, cara menjalin kedekatan emosi dan komunikasi dengananak.
  5. Sistem pengamanan dankeamanan bagi anak
  6. Peningkatan fungsikeluarga demi memastikan proses tumbuh kembang anak yang maksimal. Kasandra & Associates telah merintiskonsep RUMAH MATAHARI : rumah yang memberikan kehangatan kepada setiap anggotakeluarga dengan memaksimalkan fungsi ayah matahari, ibu matahari dan anakmatahari. Di masa lalu kita memiliki film mini series tentang keluarga mulaidari Little House on the Prairie, The Cosby Show, Losmen, Rumah Cemara danlain-lain yang positif dan efektif memberi inspirasi kepada masyarakat.
  7. Membuat daftar hitampelaku kekerasan seksual dan database korban kejahatan seksual dengan metodefingerprint.

3.     Intervensi
  1. Pembinaan kepada para psikolog dan terapis dalam melakukanpenanganan dan intervensi korban dan pelaku kejahatan seksual.
  2. Intervensi psikologis yang berkesinambungan bagi anak-anakkorban kejahatan seksual.
  3. Intervensi psikologis yang berkesinambungan bagi pelakukejahatan seksual.
  4. Penelitian terhadappedofil dan pelaku kejahatan seksual di Indonesia, seberapa ampuhnyakegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam menurunkan angka perilaku kekerasanseksual.


FAKTORPENYEBAB MARAKNYAKEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI INDONESIA


  1. Ancaman hukuman yangrelatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah, memerlukan pengorbanan biayadan pengorbanan mental yang sangat tinggi cenderung membuat korban menghindariproses hukum. Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan yang keraptidak manusiawi, dan ancaman hukuman minimal 3 tahun maksimal 15 tahun membuatkasus-kasus kekerasan seksual tenggelam selama bertahun-tahun dan membiarkanpara korbannya tumbuh tanpa intervensi psikologis yang tepat. Sejak kasus RGtahun 1996, kasus kekerasan seksual kepada anak jalanan, praktis semua pihakbelum cukup melakukan tindakan yang berarti. Saat negara lain sudah beranimenerapkan ancaman hukuman mati, kebiri, sistem ‘black list’ serta berbagaikebijakan untuk menahan laju dan ledakan kekerasan seksual, Indonesiaseolah-olah jalan di tempat terutama karena ada budaya malu dan tidak beranimengakui fakta ini sebagai masalah besar. Sudah sangat mendesakadanya daftar pelaku dan korban kekerasan seksual yang tidak hanya mencatatnama, alamat, identitas lain dan wajah, namun menggunakan metode fingerprintyang disimpan oleh institusi Negara demi menjaga kerahasiaannya. Masyarakatyang ingin merekrut pegawai untuk bekerja di fasilitas anak dapat mengirimkandata fingerprintnya ke institusi Negara untuk memperoleh kepastian apakah yangbersangkutan memiliki riwayat kekerasan seksual atau tidak. Dalam hal ini, kamisangat yakin bahwa praktek ini sudah sangat dimungkinkan dengan perkembanganteknologi saat ini. Satu-satunya hambatan adalah masalah HAM yang seharusnyabisa diatasi dengan metode kerahasiaan data dan penyimpanan di institusiNegara.
  2. Nutrisi fisik hormon yangterkandung dalam makanan masa kini semakin membuat individu anak matang sebelumwaktunya, yang sudah matang menjadi lebih tinggi dorongan seksualnya.
  3. Nutrisi psikologis :tayangan kekerasan, seks dan pornografi melalui berbagai media telah mencuciotak masyarakat Indonesia dengan karakter iri, dengki, kekerasan, danpornoaksi. Termasuk di dalamnya lagu-lagu yang semakin tidak kreatif, isi dantampilannya hanya seputar paha dan dada telah semakin merusak mental masyarakatIndonesia
  4. Perkembangan IT (internet)dan kemudian perangkat gadget yang memungkinkan transfer dan transmisi materiporno secara cepat dan langsung ke telapak tangan. Pada tahun 2000, kami bersama bapak Roy Suryo dan bersama IPKdan Telkom membawakan materi tentang bahaya internet. Bapak Roy Suryomenegaskan tidak ada satupun yang dapat menahan laju perkembangan internetselain resistensi mental. Oleh karena itu Kasandra & Associates (yangberdiri tahun 1996) giat menyuarakan pentingnya resistensi mental dan prosestumbuh kembang pada anak, namun hasilnya masih belum memuaskan. Sepanjang 16tahun, kami justru menerima peningkatan masalah-masalah klinis pada masyarakatyang umumnya berkait dengan proses tumbuh kembang dan disfungsi keluarga.
  5. Fungsi otak manusia yang khas, neurotransmitter, kapasitas luhurmanusia telah membuat individu menjadi kecanduan seks, terutama pada individudi bawah 25 tahun dalam masa perkembangan mereka. Dalam hal ini, ibu Elly Risman lebih piawai menjelaskan terutamadengan hasil penelitiannya selama beberapa tahun, bahwa anak dan remajaIndonesia telah mengalami adiksi pornografi. Kami pernah bersama-samamembawakan materi adiksi pornografi dan dampaknya terhadap otak anak dan remajayang kapasitas luhurnya belum berkembang baik di ajang temu ilmiah IPK (IkatanPsikologi Klinis) dan APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik) pada tahun 2008,tetapi reaksi saat itu umumnya masih menganggap adiksi pornografi tidak mengandung unsur forensik.
  6. Lack Of safety dan security system yang tidak benar-benar melindungi anak danperempuan bersamaan dengan memudarnya pendidikan nilai-nilai pekerti dankarakter anak Indonesia. Pendidikan hanya menjadi hafalan teoritis semata,termasuk pendidikan agama, norma hukum dan norma sosial. Oleh karena itu, Kasandra & Associates bersama Farabi (DwikiDharmawan) dan Optima (Judy Uway) merintis gerakan MATAHARI Peduli Pekerti Anaksejak April 2014.
  7. Gaya hidup dan kesulitan ekononiyang menuntut kesibukan orang tua yang luar biasa, a.l : double incomemendorong ayah ibu banyak di luar rumah, anak kehilangan kesempatan belajarcara melindungi diri. Situasi ini semakindipersulit dengan semakin robohnya pilar keluarga dengan Angka Kematian Ibuyang masih tinggi, perempuan terpaksa keluar rumah untuk bekerja menjadi TKWatau merantau ke kota besar meninggalkan anak-anak, perempuan korban kekerasandan terjerat konflik rumah tangga, perempuan terjebak biusan tayangan mediayang tidak edukatif, sementara figur ayah justru sebagai model kekerasan atauketidak pedulian terhadap proses tumbuh kembang anak, maka rumah yangdiharapkan sebagai wadah pembentukan karakter dan kepribadian anak menjadikehilangan fungsi dasarnya. Anak-anak tumbuh dan berkembang sendiri atau olehmedia yang justru semakin menggerus nilai-nilai pekertinya dan kehilangankesempatan untuk menguasai berbagai ketrampilan asertif untuk melindungi diri,bahkan mereka mencari kasih sayang dan uang dari orang lain yang justru menjadimonster yang merenggut masa depan mereka. Fenomena ini mirip dengan gejalaStockholm syndrome dimana korban penculikan justru menaruh iba dan memilikiketergantungan emosional kepada pelaku penculikan dan pelaku kekerasanterhadapnya.
  8. Persepsi masyarakat tentangpendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung ditolak, diterjemahkansederhana sebagai pendidikan seks dan bahkan diabaikan  yang pada akhirnya justru menghambat prosespersiapan perlindungan anak. Batas usia awal untukmulai memberikan pendidikan ini kepada anak juga menjadi kontroversi. Kasandra& Associate meyakini batas usia untuk mulai mengajarkan adalah sejak dalamkandungan, berupa disiplin ibu untuk menjaga kehamilannya seperti nutrisi sehatdan kegiatan teratur, yang dilanjutkan pasca persalinan. Anak-anak yangterbiasa hidup teratur sejak dini (hidup sehat, makan sehat, nonton sehat),lebih mudah diarahkan untuk memilih hanya yang baik bagi dirinya danmenghindari hal-hal yang buruk dalam hidupnya.
  9. Sistem sosial masyarakatyang masih banyak mengandung kekerasan gender atau tokoh otoritas kerap menjadipenyebab makin suburnya praktek kekerasan seksual karena figur laki laki atautokoh otoritas pelaku kejahatan seksual dianggap tidak bersalah dan lebihmenyalahkan perempuan atau korban sebagai penyebab. Banyak kasus kekerasan seksual oleh tokoh laki-laki dan otoritas(kaya atau berkedudukan) justru dimaklumi oleh masyarakat dan bahkan balikmenyerang atau menyalahkan korban.
  10. Fakta bahwa kekerasan dankekerasan seksual telah terjadi dimana saja, rumah, sekolah, klub olah raga,pengajian, sekolah minggu dan lain lain. Praktekmembela diri dan mengalihkan isu kekerasan seksual kepada hal lain justrusemakin menyuburkan kekerasan seksual. Sudah saatnya kita semua mengambil perandan tanggung jawab : pemerintah, masyarakat, sekolah, keluarga dan media.
  11. Persepsi sosial yangberkembang di masyarakat membuat korban tidak berani melapor, predator lepas.Sudah melapor pun tidak ditangani dengan baik bahkan ada yang mengalamikekerasan baru, baik fisik, verbal maupun kekerasan seksual tambahan.
  12. Hampir tidak ada tindakanberarti sejak kasus RG tahun 1996 yang telah berakibat pada ledakan kekerasan seksual di masa kini.Termasuk dengan tidak adanya intervensi psikologis yang berkesinambunganterhadap korban dan pelaku, terutama karena layanan psikologis tidak termasukdalam berbagai paket layanan kesehatan a.l BPJS atau saat penanganan kasusforensik. Ikatan Psikologi Klinis merintis Psikologiuntuk Jakarta Sehat yang menyediakan jasa layanan praktek psikologi klinis dipuskesmas sejak tahun 2013 dengan model swadaya masyarakat dan dukunganbeberapa fakultas Psikologi di Jakarta. Namun karena jangkauan minim, aksesterhadap intervensi Psikologi Klinis belum tersedia di seluruh Indonesia,walaupun program telah ditingkatkan menjadi Psikologi untuk Indonesia Sehatsejak tahun 2014. Jangankan psikolog, pasienpun membutuhkan dana transportuntuk dapat memperoleh intervensi. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yangrawan mitos dan oknum oportunis, perlu ditekankan pula pentingnya Intervensi Psikologisberdasarkan prinsip EBP ( Evidenve Based Practice), agar tidak sembaranganorang berani menawarkan teknik-teknik terapi yang tidak teruji
  13. Fakta bahwa pelakukekerasan seksual TIDAK HANYA PEDOFIL LAKI-LAKI, tetapi juga ada PEDOFILPEREMPUAN, ada yang BUKAN PEDOFIL, bahkan sudah mulai ada PELAKU ANAK DANREMAJA sebagai akibat dari pembiaran selama ini. Dengandemikian perlu diperhatikan kembali bagaimana prinsip restorative justice bisaditerapkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual oleh anak, tetapi jugatidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. PrinsipRestorative Justice mendahulukan kepentingan anak, dalam hal ini korban danpelaku anak yang harus benar-benar ditangani dengan hati-hati, jangan sampaiterjebak menjadi praktek makelar kasus yang selama ini terjadi dan diakhiridengan musyawarah penyelesaian finansial semata tetapi mengabaikan unsurintervensi psikologis pada anak, baik sebagai korban maupun pelaku. Dalam halini sudah mendesak untuk dibentuk semacam Pusat Pemulihan Anak-Anak korban danpelaku kekerasan Seksual, terutama agar disimpan database mereka dan dimonitorterus proses tumbuh kembang mereka.

Penanganan Pelecehan Seksual
Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum - Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia dapat mengambil peranan sebagai pendamping baik terhadap korban maupun terhadap pelaku, serta memberikan bantuan hukum. Pendampingan atau bantuan hukum ini dapat diberikan sejak pemeriksaan kepolisian, hingga di pemeriksaan di pengadilan. Dalam pemberian pendampingan dan bantuan hukum ini, pihak korban atau pelaku lah yang biasanya lebih proaktif. Namun demikian, hal ini dikembalikan pada tujuan pendirian lembaga bantuan hukum yaitu memberikan bantuan bagi pihak-pihak yang kurang mampu untuk memperoleh akses keadilan.
Maka dari itulah dari 2 kasus tersebut kita semakin sadar bahwa kewaspadaan kita harus di tingkatkan guna untuk menghadapi berbagai macam cobaan dan kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga di perlukannya orang-orang yang peduli secara moral, tindakan, dan pemikiran hingga kasus-kasus seperti tidak terjadi kembali di negri tercinta kita ini INDONESIA.


 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates